Pelaku dibalik G30S

ANALISIS SIKLUS INTELIJEN CIA DIBALIK GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965 DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEPRESIDENAN SOEKARNO
Diva Puteri Saraswaty
1615101212

Abstrak

Intelijen merupakan bagian dari sistem keamanan nasional yang berfungsi baik untuk memberikan deteksi dini, peringatan dini, maupun pencegahan dini melalui pengumpulan informasi, analisis strategis, dan/atau kegiatan-kegiatan kontra intelijen melalui cara-cara cerdas termasuk operasi tertutup. Kegiatan intelijen memiliki fokus utama untuk mencegah pendadakan stratejik dan taktis, intelijen dimaksudkan demi terpeliharanya keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Central Intelligence Agency atau yang dikenal dengan CIA merupakan organisasi intelijen Amerika Serikat yang menangani intelijen internasional. Karena itulah CIA senantiasa mengamati perkembangan situasi dunia, termasuk Indonesia. Upaya intelijen CIA diindikasikan tidak terbatas pada pengumpulan informasi, namun CIA merupakan dalang dibalik terjadinya gerakan 30 September 1965 dan memiliki tujuan utama untuk menggulingkan kepresidenan Soekarno.
Dalam penelitian ini, dibahas mengenai kegiatan intelijen yang dilakukan oleh CIA dengan tujuan utama untuk menurunkan Soekarno, termasuk siklus inteljen yang dilakukan oleh CIA untuk mencapai tujuan utamanya tersebut. Dibahas pula mengenai alasan mengapa CIA mendukung akan terjadinya pergantian pemerintahan di Indonesia dan dampaknya bagi Amerika Serikat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, CIA berada dibalik terjadinya Gerakan 30 September 1965. CIA berniat untuk menggulingkan Soekarno karena tindakan-tindakan Soekarno dianggap tidak sesuai dengan demokratisasi Amerika dan pada saat itu Amerika tengah dalam perang dingin dengan Uni Soviet, sehingga Amerika mencegah penyebaran komunisme di seluruh dunia. CIA melakukan kegiatan intelijennya melalui Angkatan Darat yang dinilai dapat menghilangkan pengaruh komunisme di Indonesia.

Kata kunci: G30S, CIA, Penggulingan Soekarno, Intelijen.

BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu peristiwa besar yang terjadi di Indonesia adalah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 yaitu terbunuhnya 7 perwira tinggi militer pada dini hari 1 Oktober 1965. Dari tujuh korban yang tewas, enam diantaranya adalah jenderal angkatan darat dan seorang lainnya perwira tinggi. Peristiwa 1 Oktober itu kemudian disusul dengan beredarnya kabar bahwa sebelum dibunuh para jenderal ini disiksa dengan keji. Pembunuhan terhadap petinggi Angkatan darat ini dilakukan dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung selaku Panglima Komando Strategi Angkatan Darat pada saat itu. Peristiwa tersebut kemudian disebut G30S/PKI . “/PKI” menyiratkan bahwa peristiwa tersebut didalangi oleh pelaku tunggal yaitu PKI, namun terdapat berbagai anggapan bahwa PKI bukanlah dalang tunggal dalam peristiwa tersebut.
Mengapa terjadi peristiwa G30S adalah suatu hal yang tidak dapat dijawab dengan mudah. Selama 32 tahun pemerintahan Presiden Soeharto, rakyat Indonesia diajarkan bahwa G30S adalah tindakan makar Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno yang diduga memiliki konspirasi dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, khususnya Angkatan Darat. Di seluruh penjuru dunia telah diketahui bahwa tindakan makar akan dihadapi dengan perlawanan bersenjata, maka setelah G30S dilumpuhkan oleh angkatan darat pimpinan Mayor Jenderal Soeharto, maka terjadi pembersihan besar-besaran terhadap seluruh anggota PKI maupun pihak disekitarnya yang diindikasikan terlibat dengan PKI. Soeharto berteori bahwa PKI harus dihancurkan hingga ke akarnya, sebab partai tersebut telah kali kedua melakukan pemberontakan, dimana pemberontakan pertama terjadi di Madiun pada 1948. Pembersihan tersebut bertujuan untuk menutup rapat peluang PKI untuk kembali melakukan pemberontakan yang membahayakan bagi kedaulatan Negara.
Setelah jatuhnya orde baru pada Mei 1998, muncul beberapa versi mengenai peristiwa G30S. Diantaranya: (a)versi Soekarno: G30S merupakan tindakan segelintir pemimpin PKI yaitu Aidit dan Sjam yang didukung oleh sejumlah perwira Angkatan Darat (b) versi Cornell Papers : Peristiwa G30S adalah anti klimaks dari pertikaian antara PKI dan Angkatan Darat di mana Amerika terlibat didalamnya (c) CIA: sejumlah Jenderal Angkatan Darat telah dibina oleh pemerintah Amerika Serikat melalui CIA yang bertujuan untuk menggulingkan Soekarno (d) PKI: G30S adalah murni pertikaian dalam tubuh Angkatan Darat yang bermuara pada perebutan kekuasaan dari tangan Soekarno (e) Soebandrio (Mantan Perdana Menteri 1/Kepala Badan Pusat Intelijen): G30S merupakan keberhasilan Soeharto menyingkirkan para jenderal saingannya yaitu Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Nasution di Angkatan Darat sekaligus merebut kepresidenan Soekarno dengan memanfaatkan beberapa mantan anak buahnya yaitu Letnan Kolonel Untung dan Kolonel Latief.
Dalam berbagai pendapat dan perspektif tersebut, tidak ada paling benar dan paling salah. Peristiwa G30S begitu kompleks dan pelaku yang terlibat dalam peristiwa tersebut demikian banyak. Sehingga pada dasarnya merupakan suatu sejarah yang berkesinambungan dari interaksi antara sejarawan dan fakta-fakta yang dimiliki yang didukung oleh data, fakta dan argumentasi yang logis dan rasional.
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti akan melakukan penelitian mengenai siklus intelijen yang dilakukan oleh CIA dalam peristiwa G30S yang dalam hal ini dikhususkan kepada keterlibatan CIA dibalik peristiwa tersebut yang ditujukan untuk menggulingkan masa kepresidenan Soekarno. Hal ini dikarenakan timbulnya kecemasan pihak Amerika Serikat akan kemungkinan keretakan hubungan antara Amerika Serikat dan Republik Indonesia yang disebabkan karena Soekarno semakin dekat dengan Partai Komunis Indonesia dan Angkatan Darat yang secara tradisional merupakan lawan PKI terpuruk dalam permasalahan internal. Selain itu, hubungan yang buruk antara Amerika Serikat dan Indonesia menyebabkan perkebunan karet dan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat terancam diambi alih oleh pemerintah Indonesia juga adanya pemutusan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Amerika Serikat yang berakibat pada pemutusan hubungan di segala sektor. 


BAB II

LANDASAN TEORI


    1. INTELIJEN SEBAGAI KEGIATAN
Intelligence is knowledge, demikian secara generik menurut kamus. Jargon militer mengartikan -intelligence is foreknowledge. – kemampuan ”weruh sadurunge winarah” yang dapat diartikan sebagai kemampuan melihat sesuatu yang belum terjadi. Yaitu kemampuan memandang masa depan dengan  jelas, terarah, terukur dan terencana. Menurut Pasal 1 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
Jadi, Intelijen merupakan bagian dari sistem keamanan nasional yang berfungsi baik untuk memberikan deteksi dini, peringatan dini, maupun pencegahan dini melalui pengumpulan informasi, analisis strategis, dan/atau kegiatan-kegiatan kontra-intelijen melalui cara-cara cerdas termasuk operasi tertutup. Dengan fokus utama untuk mencegah pendadakan stratejik dan taktis, intelijen dimaksudkan demi terpeliharanya keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Kegiatan atau dapat pula disebut aktivitas memiliki beberapa pengertian. Dalam filsafat, aktivitas adalah suatu hubungan khusus manusia dengan dunia, suatu proses yang dalam perjalanannya manusia menghasilkan kembali dan mengalihwujudkan alam, karena ia membuat dirinya sendiri subyek aktivitas dan gejala-gejala alam objek aktivitas. Dalam psikologi, aktivitas atau kegiatan adalah sebuah konsep yang mengandung arti fungsi individu dalam interaksinya dengan sekitarnya. Dalam Penjelasan Undang Undang nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Intelijen sebagai kegiatan atau aktivitas diartikan sebagai semua usaha, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan penyelenggaraan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.
Intelijen sebagai kegiatan diartikan sebagai semua upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang dilaksanakan dalam rangka kegiatan atau operasi intelijen, baik untuk keputusan taktis maupun strategis. Menurut Penjelasan Undang Undang nomor 17 tahun 2011 dalam penyelenggaraan fungsi dan kegiatan Intelijen yang meliputi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan menggunakan metode kerja, seperti pengintaian, penjejakan, pengawasan, penyurupan (surreptitious entry), penyadapan, pencegahan dan penangkalan dini, serta propaganda dan perang urat syaraf.

    1. SIKLUS INTELIJEN
Menurut Letjen (Purn) Z.A. Maulani, dalam intelijen terdapat sebuah perputaran atau siklus intelijen. Siklus intelijen adalah proses mengolah data atau informasi mentah menjadi produk intelijen yang disampaikan kepada pengambil kebijakan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan atau keputusan tersebut. Terdapat lima tahapan dalam siklus intelijen yaitu Planning, Collection, Process, Analysis dan Dissemination.
Planning atau perencanaan adalah manajemen informasi, mulai dari mengidentifikasi data yang diperlukan hingga pengiriman produk intelijen kepada pengambil keputusan atau pengguna produk intelijen. Perencanaan intelijen merupakan awal dan akhir dari siklus intelijen, karena berkaitan dengan penyusunan rencana yang mencakup kebutuhan pengumpulan informasi yang spesifik dan menjadi akhir dari siklus intelijen karena produk akhir intelijen yang mendukung keputusan kebijakan akan menciptakan permintaan produk intelijen yang baru. Berdasarkan United States Senate dalam Chruch Committee pada pertengahan 1970-an, perencanaan adalah tahap awal dari siklus intelijen dalam bentuk pemeriksaan lanjutan terhadap rencana dalam produktivitas para agen intelijen.
Collection adalah pengumpulan data/informasi mentah yang diperlukan untuk memproduksi analisa intelijen. Terdapat berbagai sumber informasi termasuk informasi terbuka seperti berita radio asing, surat kabar, majalah,buku, internet dan lain sebgainya. Informasi terbuka merupakan salah satu sumber utama intelijen yang harus dimekanisasikan secara disiplin menjadi sebuah rutinitas sehari-hari yang menjadi supply tidak terbatas yang akan mendukung analisa intelijen. Selain sumber terbuka, informasi dapat diperoleh melalui sumber tertutup, elektronik, satelit dan sumber terklasifikasi.
Process berkaitan dengan interpretasi atas data/informasi, meliputi proses menerjemahkan kode, menerjemahkan bahasa, klasifikasi data, dan penyaringan data. Dalam tahap process dilakukan proses reduksi data menjadi berbagai macam format untuk mengkategorikan data/informasi sebagai data/informasi yang berguna atau tidak berguna untuk mempermudah pemahaman mengenai kegiatan intelijen yang dilakukan.
Analysis merupakan konversi dari informasi dasar yang telah diproses menjadi produk intelijen, termasuk didalamnya evaluasi dan analisa secara utuh dari data yang tersedia. Seringkali data yang ada bertentangan atau terpisah. Untuk keperluan analisa dan produksi, terdapat beberapa kriteria dari data atau informasi yang diperoleh. Data atau informasi tersebut digolongkan berdasarkan tingkat kepercayaan, tingkat kebenaran dan tingkat relevansi. Data yang tersedia kemudian disatukan menjadi satu kesatuan analisa yang utuh, serta meletakkan informasi yang telah dievaluasi dalam konteksnya. Output yang diperoleh adalah produk intelijen yang mencakup penilaian terhadap sebuah peristiwa serta perkiraan akan dampaknya terhadap keamanan nasional.
Dissemination merupakan langkah terakhir yang secara logika merupakan masukan untuk langkah pertama. Dissemination adalah distribusi produk intelijen kepada pengguna maupun pengambil kebijakan yang biasanya adalah pihak yang meminta informasi kepada intelijen.

    1. CENTRAL INTELLIGENCE AGENCY
Central Intelligence Agency  (CIA) merupakan Badan Intelijen Amerika Serikat yang pada mulanya dikenal dengan sebutan Coordinator of Information (CI). Presiden Franklin D Roosevelt mengangkat William J Donovan sebagai ketuanya.  Tahun 1942, CI secara resmi berubah nama menjadi Office of Strategic Service (OSS) dengan tugas pertamanya  mengumpulkan dan menganalisa informasi strategis.
Pasca Perang Dunia ke-2, OSS dibubarkan. Presiden Harry S.Truman kemudian membentuk Central Intelligence Group (CIG). Lembaga ini bertugas melakukan seleksi, menilai informasi serta melaporkan hasil analisis berdasarkan informasi yang telah diolah kepada presiden. Sepanjang CIG menjalankan fungsinya, Presiden Truman merasa tidak puas dengan  kinerja CIG,  bahkan pihak militer dan Federal Bureau of Investigation (FBI) merasa tidak sejalan dengan CIG. Tidak berselang lama, akhirnya Presiden Truman, menandatangani Undang-Undang Keamanan Nasional  tahun 1947 yang menandai secara resmi berdirinya CIA.
Pada tahun 1949, Central  Intelligence Agency Act  disahkan untuk melengkapi Undang-Undang Keamanan Nasional tahun 1947. Undang-undang tersebut memberikan kewajiban kepada CIA untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan intelijen di luar negeri dan mengkorelasikan, mengevaluasi serta menyebarluaskan informasi intelijen yang berpengaruh terhadap keamanan negara. Selain itu, CIA juga melaksanakan tugas dan fungsi lainnya yang berkaitan dengan intelijen sebagaimana diarahkan oleh Nasional Security Council (NSC). Undang-Undang intelijen merupakan otoritas hukum yang memberikan CIA keleluasaan untuk menerapkan prosedur fiskal dan administratif secara rahasia guna melindungi sumber-sumber dan metoda intelijen dari kebocoran.
CIA merupakan badan independen yang bertanggung jawab menyediakan informasi intelijen bagi keamanan nasional Amerika Serikat. CIA berfungsi menjalankan fungsi siklus intelijen untuk mengumpulkan, menganalisa dan mendistribusikan informasi intelijen kepada pejabat tinggi pemerintah AS. Tugas CIA dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai arahan dan pengawasan dari presiden dan NSC. Selain itu, CIA juga melakukan pelaporan secara teratur  dan berkala kepada Direktur Intelijen Nasional. CIA  memberikan briefing yang bersifat substantif kepada Senat Komisi Hubungan Luar Negeri, Komite Luar Negeri Parlemen dan Komisi Angkatan Bersenjata.
CIA memiliki visi kedepan yakni menjadi Satu Badan, Satu Komunitas yang tak tertandingi dalam kemampuan intelijen, berfungsi sebagai satu tim dan sepenuhnya terintegrasi ke dalam komunitas intelijen. Untuk mewujudkan visi tersebut, CIA memiliki visi yakni menjadi baris pertama pertahanan bangsa. CIA berusaha mencapai apa yang orang lain tidak dapat menyelesaikan dan pergi ke tempat dimana orang lain tidak bisa pergi.

    1. GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965
Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.
PKI merupakan partai Stalinis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Sovyet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerjasama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet.
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet Soekarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Kepemimpinan PKI berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah untuk memecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat Negara
Negara Federasi Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting dalam insiden ini. Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S, dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.
Dari sebuah dokumen rahasia badan intelejen Amerika Serikat (CIA) yang baru dibuka yang bertanggalkan 13 Januari 1965 menyebutkan sebuah percakapan santai Soekarno dengan para pemimpin sayap kanan bahwa ia masih membutuhkan dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia dan oleh karena itu ia tidak bisa menindak tegas mereka. Namun ia juga menegaskan bahwa suatu waktu "giliran PKI akan tiba. "Soekarno berkata, "Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu. ... Untukku, Malaysia itu musuh nomor satu. Suatu saat saya akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang."
Dari pihak Angkatan Darat, perpecahan internal yang terjadi mulai mencuat ketika banyak tentara yang kebanyakan dari Divisi Diponegoro yang kesal serta kecewa kepada sikap petinggi Angkatan Darat yang takut kepada Malaysia, berperang hanya dengan setengah hati, dan berkhianat terhadap misi yang diberikan Soekarno. Mereka memutuskan untuk berhubungan dengan orang-orang dari PKI untuk membersihkan tubuh Angkatan Darat dari para jenderal ini.
Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antri beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Soeharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, serta bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya, mereka menggunakan kain dari karung sebagai pakaian mereka.
Pada saat-saat yang genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno. Namun yang tidak diduga-duga, dalam operasi penangkapan jenderal-jenderal tersebut, terjadi tindakan beberapa oknum yang termakan emosi dan membunuh Letjen Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono.
Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia Andrew Gilchrist beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen Ceko di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat. Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti". Dinas intelejen Amerika Serikat mendapat data-data tersebut dari berbagai sumber, salah satunya seperti yang ditulis John Hughes, wartawan The Nation yang menulis buku "Indonesian Upheaval", yang dijadikan basis skenario film "The Year of Living Dangerously", ia sering menukar data-data yang ia kumpulkan untuk mendapatkan fasilitas teleks untuk mengirimkan berita.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani,
Mayjen TNI R. Suprapto
Mayjen TNI M.T. Haryono
Mayjen TNI S. Parman
Brigjen TNI D.I. Panjaitan
Brigjen TNI S. Siswomiharjo
Image result for g30s 
Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
Kolonel Sugiono
 




 




Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Soekarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober Soekarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune". Pada tanggal 16 Oktober 1965, Skarno melantik Mayjen Soeharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara.
Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juga orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.

Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU dan Tameng Maharneis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat".
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA. menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan:
"Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatra Utara, di mana udara yang lembab membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius."
Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elit Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.
Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis "anti-Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno memberi Soeharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah Soeharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Soeharto untuk melarang PKI.

BAB IV

HASIL PENELITIAN


    1. UPAYA PENGGULINGAN SOEKARNO OLEH AMERIKA SERIKAT MELALUI CIA
Dalam rangka menjamin kepentingan politik, ekonomi dan keamanan di Indonesia, Amerika Serikat merasa perlu melakukan beberapa tindakan di Indonesia, di antaranya menggulingkan kepresidenan Soekarno, memecah Indonesia menjadi Negara bagian, menyingkirkan para perwira yang dinilai memiliki loyalitas terhadap PKI dan juga menghapus PKI yang semakin berkembang di Indonesia akibat diterapkannya NASAKOM oleh Soekarno. Kegagalan yang dialami Amerika dalam pemberontakan PRRI-Permesta mengindikasikan bahwa usaha penggulingan Soekarno melalui pendekataan daerah merupakan kesalahan karena sulit untuk berhasil.
Soekarno yang beraliran NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis) tidak sejalan dengan pola Pemerintahan Amerika Serikat yang mengutamakan demokrasi dan liberalisasi. Agen-agen CIA Amerika Serikat menyusup ke dalam kelompok pemberontak di Indonesia untuk mengacaukan pemerintahan Soekarno .Hingga puncaknya terjadi peristiwa G30S yang merupakan upaya Amerika Serikat untuk menggulingkan Presiden Soekarno.
CIA berada dibalik penggulingan Soekarno, menurut Peter Dale Scott seorang mantan pejabat intelijen Amerika Serikat, sejak Soekarno mengemukakan gagasan tentang perlunya sistem politik Demokrasi Terpimpim (1956), meminta bantuan Uni Soviet untuk pembebasan Irian Barat (1962), membentuk poros Jakarta-Peking-Pyongyang dan melakukan konfrontasi dengan Malaysia (1964), Amerika Serikat tidak senang dengan tindakan-tindakan Soekarno yang ingin menjadi pemimpin baru bagi Negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin itu.
Ketidaksenangan Amerika Serikat tampak dari dukungan dan bantuan yang diberikan kepada pemberontak PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera dan Permesta (Perjuangan Semesta) di Sulawesi yang menentang pemerintah pusat (presiden Soekarno) pada tahun 1957/1958. Sementara Soekarno menyatakan “go to hell with your aids” kepada Amerika Serikat pada tahun 1960-an, negara Paman Sam itu malah memberikan bantuan logistik, persenjataan, pendidikan dan latihan kepada para perwira AD secara rahasia. Bahkan bantuan logistik dan keuangan itu nampak jelas ketika AD dan mahasiswa anti komunis pada tahun 1966 melakukan unjuk kekuatan untuk memberantas PKI di satu sisi, dan menentang kepemimpinan Presiden Soekarno di lain sisi. Hal itu diakui oleh Marshall Green, duta besar Amerika Serikat pada waktu itu.
Sampai akhir 1950-an tidak terlihat bahwa pemerintah Amerika Serikat dan Angkatan Darat Indonesia akan mempunyai masa depan bersama yang gilang-gemilang. Para pejabat penting dalam pemerintahan Eisenhower (1952-1960) berpikir tentang bagaimana memecah-belah Indonesia menjadi negara-negara kecil. Bagi mereka, Presiden Soekarno merupakan sebuah kutukan. Politik luar negerinya yang bebas aktif (yang tegas dipamerkan pada Konferensi Asia Afrika 1955), hujatan berulangnya terhadap imperialisme Barat, dan kesediaannya merangkul PKI sebagai bagian integral dalam politik Indonesia ditafsirkan di Washington sebagai bukti kesetiaan Soekarno kepada Moskow dan Beijing. Eisenhower dan Dulles bersaudara – Allen sebagai kepala CIA dan John Foster sebagai kepala Departemen Luar Negeri – memandang semua pemimpin nasionalis Dunia Ketiga yang ingin tetap netral di tengah-tengah perang dingin sebagai antek-antek komunis. Dengan penuh keyakinan akan hak mereka untuk memilih-milih pemimpin di negara-negara asing, Eisenhower dan dua bersaudara Dulles berulang kali menggunakan operasi rahasia CIA untuk menumbangkan pemimpin-pemimpin nasionalis: Mossadegh di Iran pada 1953, Arbenz di Guatemala pada 1954, dan Souvanna Phouma di Laos pada 1960. Dulles bersaudara melihat Soekarno pun sebagai tokoh lain yang menjengkelkan, yang harus disingkirkan dari panggung dunia.
Sesudah PKI memenangi pemilihan umum daerah pada pertengahan 1957, Dulles bersaudara berpikir waktunya telah tiba untuk bergerak melawan Soekarno. Sikap lunak Soekarno terhadap komunisme dan dukungannya kepada pemilu yang demokratis terlihat sebagai memberi PKI jalan lapang menuju istana kepresidenan. Dulles bersaudara menolak nasihat bijak Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta, John Allison, yang mengatakan bahwa ancaman komunis tidak cukup gawat untuk membenarkan penggulingan terhadap Soekarno.
Dalam sidang Dewan Keamanan Nasional (NSC, National Security Council) pada Maret 1957 Allen Dulles menyatakan bahwa “proses disintegrasi di Indonesia sedang terus berlanjut sampai pada tahap tinggal pulau Jawa saja yang masih di bawah kekuasaan pemerintah pusat. Angkatan bersenjata di semua pulau-pulau di luar [Jawa] telah menyatakan kemerdekaan mereka dari pemerintah pusat di Jakarta.”Penilaian tidak tepat semacam ini meyakinkan para penentu kebijakan bahwa Amerika Serikat harus berbalik melawan nasionalisme Indonesia.
Mula-mula Soekarno bersikap tanggap terhadap tuntutan para pemberontak. Pembentukan kabinet baru pada April, penyelenggaraan konferensi perujukan kembali segera sesudah itu, pengiriman dana tambahan ke daerah-daerah, dan keberlanjutan prospek pengembangan karier dalam ketentaraan nasional bagi para kolonel itu sendiri adalah semua faktor yang meredakan kekerasan hati para pemberontak. Tapi pemerintah Eisenhower, melalui kontak-kontak rahasianya dengan para kolonel pembangkang, tetap berpendapat bahwa mereka melawan bujuk rayu Soekarno. Sebuah komite ad hoc untuk Indonesia dalam Dewan Keamanan Nasional AS dalam September 1957 menyimpulkan bahwa Amerika Serikat harus “memperkuat kebulatan tekad, kemauan dan kepaduan pasukan antikomunisnya di pulau-pulau luar Jawa,” sehingga mereka bisa berperanan sebagai “titik penggalangan kekuatan jika kaum komunis menguasai Jawa.”
Dukungan material AS menumbuhkan kepercayaan diri pada para pemberontak untuk menolak setiap penyelesaian yang dirundingkan. CIA memberikan uang muka sebesar $50.000 kepada Kolonel Simbolon di Sumatra Utara pada awal Oktober 1957 dan mulai mengirim senjata pada bulan berikut. Kemenangan Jakarta di bagian timur Indonesia memerlukan waktu lebih lama karena CIA memberi bantuan kekuatan udara kepada para pemberontak. Beroperasi dari pangkalan udara Manado, sebuah kota di ujung utara Sulawesi yang dekat dengan pangkalan udara AS di Filipina, CIA melepas satu armada dengan delapan atau sembilan pesawat terbang yang diawaki pilot-pilot berkebangsaan Amerika, Taiwan, dan Filipina. Armada udara kecil ini sangat merintangi tentara Indonesia dengan pemboman atas kapal-kapal dan pelabuhan-pelabuhan udara di seluruh kawasan Indonesia timur. CIA serta-merta menghentikan bantuan udaranya pada akhir Mei 1958 ketika seorang pilot Amerika, Allen Pope, ditembak jatuh dan ditangkap hidup-hidup sesudah melakukan pemboman atas kota Ambon – serangan membabi buta yang membunuh sekitar tujuh ratus penduduk sipil. Sesegera sesudah pesawat-pesawat udara CIA tidak lagi beroperasi, Jakarta dengan cepat berhasil menundukkan para pemberontak di Manado. Hasil peninjauan kembali pemerintahan Eisenhower ialah pembalikan kebijakan di Washington. Alih-alih mencoba melucuti Indonesia, Amerika Serikat akan mendukung para perwira Angkatan Darat yang antikomunis di Jakarta dan bersandar kepada mereka untuk menegah gerak PKI. Kebijakan baru ini memperoleh perumusannya secara sistematik di dalam sebuah dokumen Dewan Keamanan Nasional (NSC), “Laporan Khusus Tentang Indonesia” yang ditulis dalam Januari 1959.
NSC melihat Angkatan Darat sebagai “perintang utama terhadap perkembangan kekuatan komunis lebih lanjut.” Kekuatan sipil nonkomunis di dalam partai-partai politik “dengan dukungan Angkatan Darat bisa berbalik melawan partai komunis di gelanggang politik.” Dokumen NSC menganjurkan Eisenhower agar memperkuat hubungan AS dengan tentara Indonesia agar institusi ini mampu “memerangi kiprah kaum komunis.” Untuk memastikan bahwa pimpinan Angkatan Darat mau dan mampu memenuhi peranannya sebagai ujung tombak kekuatan antikomunis, Gedung Putih menyumbang perlengkapan dalam jumlah besar-besaran.
Dalam Agustus 1958 Amerika Serikat memulai program bantuan militer dengan memasok perlengkapan untuk militer, khususnya Angkatan Darat, dan melatih para perwira di Amerika Serikat. Dari 1958 sampai 1965 Amerika Serikat setiap tahun mengeluarkan sekitar $10 juta sampai $20 juta untuk bantuan militer Indonesia. Program pendidikan perwira Angkatan Darat Indonesia di sekolah-sekolah seperti di Fort Bragg dan Fort Leavenworth merupakan program yang menyeluruh. Dari 1950 sampai 1965 sekitar 2.800 perwira Angkatan Darat Indonesia dikirim ke Amerika Serikat untuk sekolah – sebagian besar sesudah 1958. Jumlah itu kira-kira merupakan seperlima sampai seperempat dari seluruh jumlah perwira Angkatan Darat. Melalui pendidikan ini Amerika Serikat bias membangun kontak-kontak yang luas dengan Angkatan Darat Indonesia. Tentu saja tidak semua perwira yang disekolahkan di Amerika Serikat menjadi pengikut-pengikut setia perjuangan antikomunis. Tapi program yang berskala sedemikan besar tentu membawa pengaruh terhadap wawasan politik sementara perwira. Pada awal 1960-an para pejabat AS memang merasa telah memperoleh sukses dengan program itu. Pada 1964 Dean Rusk menulis sebuah memo kepada Presiden Johnson untuk menjelaskan bahwa bantuan AS kepada tentara Indonesia dari sudut kemiliteran kecil saja artinya tapi “memungkinkan kita untuk menjalin hubungan tertentu dengan elemen-elemen kunci di Indonesia yang menaruh perhatian dan mampu melawan perebutan kekuasaan oleh kaum komunis” (kursif penegas sesuai aslinya). Selain melatih perwira, pemerintah AS juga menggalakkan “civic action.” Walaupun pada mulanya Amerika Serikat membentuk civic action untuk militer dalam perjuangan melawan perang gerilya, Amerika Serikat berniat melaksanakannya di Indonesia sebagai sarana penangkal pengaruh politik PKI. Pemerintah AS merumuskan civic action sebagai penggunaan militer “pada proyek-proyek yang berguna bagi segala tingkatan penduduk setempat dalam bidang-bidang seperti pendidikan, pelatihan, pekerjaan umum, pertanian, transportasi, komunikasi, kesehatan, sanitasi dan lain-lain yang memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi dan sosial, yang juga akan berguna bagi bertambah baiknya posisi angkatan bersenjata di tengah masyarakat.” Inilah sebuah program, yang dalam istilah klise, untuk merebut hati dan pikiran. Dengan civic action tentara Indonesia harus melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang biasanya dijalankan kaum sipil. Prajurit menjadi pejabat di dalam pemerintahan sipil, seperti misalnya lurah desa, dan membangun proyek-proyek prasarana, seperti jembatan dan jalan. Pada 1962 NSC mendorong gagasan untuk memperkuat peranan tentara Indonesia dalam “kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi dan sosial.”
Dipimpin oleh konsepsi Nasution tentang “perang teritorial,” pada praktiknya sejak awal 1950-an tentara Indonesia telah menempatkan dirinya di tengah kehidupan sipil. Apa yang diusulkan oleh pemerintah Kennedy pada awal 1960-an adalah dukungan AS untuk program Angkatan Darat Indonesia yang sudah berjalan. Program civic action Angkatan Darat Indonesia yang baru diresmikan itu sebagian besar di bawah pimpinan Kolonel George Benson, yang jabatan resminya dari Agustus 1962 sampai Juli 1965 adalah pembantu khusus duta besar AS untuk urusan civic action. Satu manfaat civic action ialah program ini memberikan selubung bagi operasi rahasia terhadap PKI. Komite NSC untuk pengikisan pemberontakan (counterinsurgency) pada Desember 1961 menyetujui pengeluaran biaya untuk Indonesia “guna menyokong kegiatan-kegiatancivic action dan antikomunis,” yang akan memuat “pelatihan rahasia bagi personil militer dan sipil terpilih, yang akan ditempatkan pada kedudukan kedudukan kunci di dalam [di sini sensor mencatat penghapusan ‘kurang dari 1 baris teks asli’] program civic action.” Banyaknya bagian tulisan yang dihilangkan dari dokumen yang telah dideklasifikasi ini memberi kesan bahwa program civic action meliputi operasi-operasi terselubung yang peka di Indonesia.
Duta Besar Jones berbicara pada sebuah rapat tertutup para pejabat Departemen Luar Negeri di Filipina pada Maret 1965, “Dari sudut pandangan kita, tentu saja, percobaan kup yang gagal oleh PKI kiranya merupakan perkembangan yang paling efektif untuk memulai pembalikan kecenderungan politik di Indonesia.” Jones berharap PKI akan mengajukan kepada Angkatan Darat “tantangan tegas yang bisa merangsang reaksi yang efektif.” Baik pemerintah Amerika Serikat maupun komando tertinggi Angkatan Darat Indonesia melewatkan 1965 untuk menunggu terjadinya semacam aksi dramatis dari PKI yang akan memberikan pembenaran bagi penindasan terhadapnya. Sementara pihak bahkan memberi saran yang membantu, yaitu agar Amerika Serikat bertindak selaku katalisator untuk bentrokan yang sangat dinantikan ini. Pada Maret seorang analis di Departemen Luar Negeri di Washington mempertanyakan, “Apakah ada sesuatu yang akan membikin bentrokan [semacam itu] tidak bisa dielakkan?” Ellsworth Bunker, dalam laporannya bulan April, menganjurkan, agar “AS harus diarahkan untuk menciptakan kondisi yang akan memberi elemen-elemen kekuatan yang potensial kondisi-kondisi yang paling menguntungkan untuk konfrontasi.” Amerika Serikat “menciptakan kondisi” melalui operasi-operasi rahasia.
Sebuah komisi NSC menyetujui proposal pada Maret 1965 untuk aksi-aksi rahasia, misalnya “menyokong kelompok-kelompok antikomunis yang ada,” “operasi-operasi black letter [surat kaleng]” dan “operasi-operasi media.” Rencananya adalah “menggambarkan PKI sebagai penentang Soekarno dan nasionalisme yang sah yang semakin ambisius dan berbahaya,” dan dengan demikian menyatukan semua elemen nonkomunis untuk melawan PKI. Proposal ini menyebutkan bahwa “tokoh-tokoh nasionalis terkemuka” di Indonesia telah diberi “sejumlah dana” melalui “saluran-saluran yang aman,” sehingga mereka bisa “mengambil langkah perintang terhadap PKI.” Pemerintah AS menjadi sangat mengharapkan terjadinya bentrokan antara Angkatan Darat dan PKI pada 1965 karena hubungan AS dengan pemerintah Soekarno dengan cepat memburuk.

    1. CIA DALAM GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965
Dilatih, dipersenjatai, didanai, dan didorong oleh Amerika Serikat untuk menyerang PKI, pimpinan tertinggi Angkatan Darat pada Januari 1965 memutuskan untuk memulai perencanaan kemungkinan melakukan serangan. Serangkaian peristiwa memancing Yani dan lingkaran terdekatnya untuk percaya bahwa kekuasaan Presiden sudah mulai kurang mantap dan, akibatnya, ancaman PKI menjadi makin meningkat. Kesehatan Soekarno memburuk, seperti ditunjukkan oleh gangguan pada ginjalnya yang mengharuskannya dioperasi pada Desember 1964.Ia juga menjadi semakin terisolasi di gelanggang internasional. Dalam menanggapi persetujuan Dewan Keamanan PBB yang memberikan kursi keanggotaan untuk Malaysia, pada 7 Januari 1965 Soekarno mengumumkan bahwa Indonesia menyatakan keluar dari PBB. Kebijakannya tentang konfrontasi terhadap Malaysia membuat PKI berani menuntut agar ribuan, jika bukan jutaan, rakyat sipil dipersenjatai dan diorganisasi sebagai angkatan kelima, yaitu angkatan baru di dalam ketentaraan. Dengan kemungkinan dipersenjatainya PKI, jenderal-jenderal Angkatan Darat menyadari bahwa konfrontasi bergulir cepat di luar kendali mereka. Menurut analisis CIA tentang G-30-S yang telah diterbitkan, Yani dan empat jenderal lain mulai bertemu pada Januari 1965 “untuk merundingkan situasi politik yang memburuk dan apa yang harus dilakukan Angkatan Darat menghadapi hal itu. Kelompok ini, yang dikenal sebagai ‘brain trust’[kelompok pemikir], melibatkan keempat jenderal tersebut, yaitu: Jenderal Suprapto, Jenderal Harjono, Jenderal Parman, dan Jenderal Sukendro.” Jenderal-jenderal ini bertemu “secara teratur, [dan] rahasia.”
Tiga jenderal tersebut pertama adalah anggota staf umum Yani (SUAD). Jenderal terakhir, Sukendro, pernah memimpin penindasan terhadap PKI pada Juli-September 1960, dan pada saat itu, bersama jenderal-jenderal lain dari Angkatan Darat yang antikomunis garis keras, mendesak Nasution agar melakukan kudeta terhadap Soekarno. Soekarno mengajak Angkatan Darat mencapai sebuah kompromi yang berujung pada berakhirnya penindasan terhadap PKI dan pengiriman Sukendro ke pengasingan selama tiga tahun.
Diplomat berpengalaman Ellsworth Bunker, yang dikirim ke Jakarta pada April 1965 untuk melakukan penilaian menyeluruh terhadap hubungan AS - Indonesia, membenarkan tinjauan tentang Soekarno yang tidak bisa diserang itu. “Tidak perlu disangsikan kesetiaan rakyat Indonesia kepada Soekarno,” tulisnya dalam laporannya kepada Presiden Johnson. Bangsa Indonesia “dalam jumlah yang besar mengharapkan kepemimpinan darinya, mempercayai kepemimpinannya, dan bersedia mengikutinya. Tak ada kekuatan di tanah air yang bisa menyerangnya, tidak pula ada bukti bahwa suatu kelompok penting ingin berbuat demikian.”
Para pejabat AS berulang kali memberi tahu jenderal-jenderal pimpinan Angkatan Darat bahwa Amerika Serikat akan mendukung mereka jika mereka bergerak melawan PKI. Howard Jones sudah meyakinkan Nasution sebelumnya pada Maret 1964 dalam pertemuan pribadi mereka selama sembilan puluh menit bahwa pasti akan datang “dukungan AS pada saat krisis.” Sebaliknya, Nasution meyakinkan Jones bahwa Angkatan Darat “tetap berpandangan antikomunis” dan sedang mengindoktrinasi para perwira “untuk memastikan kesiagaan tentara menghadapi tantangan apabila saatnya tiba.”
Pada kesempatan lain Nasution meyakinkan Jones bahwa serangan Angkatan Darat terhadap PKI pada 1948, serangan yang sebagian besar dilakukan oleh pasukan Jawa Barat di bawah Nasution sendiri, “Ringan saja jika dibandingkan dengan tindakan yang akan dilakukan Angkatan Darat sekarang ini.”
Dalam hari-hari pertama Oktober Kedutaan Besar AS dan para pembuat kebijakan di Washington khawatir bahwa Angkatan Darat Indonesia tidak akan memanfaatkan sepenuhnya kesempatan untuk menyerang PKI. Bahkan sebelum Amerika Serikat mempunyai bukti kuat tentang tanggung jawab PKI pun, ia telah menyalahkan PKI sambil mendorong Angkatan Darat agar menghancurkan partai itu. Laporan Kedutaan Besar bertanggal 4 Oktober menyatakan, Angkatan Darat belum “sampai pada keputusan apakah akan meneruskan usahanya untuk mencapai kemenangan penuh atas PKI.”
Sementara para pejabat tinggi AS percaya bahwa Nasution, sekutu lama mereka, akan mendorong terjadinya penyerangan besar-besaran, mereka khawatir elemen-elemen lain di dalam Angkatan Darat akan menghalanginya. Pos CIA di Jakarta menyatakan sehari kemudian bahwa “Angkatan Darat harus bergerak cepat jika ia hendak memanfaatkan kesempatannya untuk bergerak melawan PKI.” Pos CIA (Pimpinannya, B. Hugh Tovar) kembali khawatir pada 7 Oktober bahwa ada bahaya Angkatan Darat tidak akan melancarkan serangan terhadap PKI, tapi cukup puas dengan aksi terbatas “terhadap mereka yang langsung terlibat dalam pembunuhan para jenderal.” Tepat sehari berikutnya semua kekhawatiran CIA itu hilang ketika ternyata para jenderal Angkatan Darat sudah berkumpul pada 5 Oktober dan sepakat untuk “melaksanakan rencana pengganyangan PKI.”
Gerakan 30 September akan ditempatkan pada tujuan yang tepat sebagai pembenaran untuk penindasan terhadap PKI sebagaimana yang telah direncanakan – penindasan yang ternyata persis seperti yang telah dijanjikan Nasution: penindasan terhadap PKI pada 1948 tampak lunak belaka Amerika Serikat menyokong kata-katanya yang mengobarkan semangat itu dengan bantuan material. Angkatan Darat memerlukan peralatan komunikasi untuk menghubungkan berbagai markas di seluruh tanah air agar mereka bisa mengoordinasi dengan lebih baik gerak melawan PKI.
Suatu ketika pada akhir 1965 Amerika Serikat menerbangkan perangkat komunikasi radio lapangan (mobile radio) yang sangat canggih dari Pangkalan Udara Clark di Filipina dan semuanya dikirim ke markas besar Kostrad di Jakarta. Sebuah antena dibawa masuk ke dan dipasang di depan markas besar Kostrad. Wartawan penyelidik Kathy Kadane dalam wawancaranya dengan para mantan pejabat tinggi AS di akhir 1980-an menemukan bahwa Amerika Serikat telah memantau komunikasi Angkatan Darat melalui radio-radio tersebut. “CIA memastikan bahwa frekuensi-frekuensi yang akan digunakan Angkatan Darat sudah diketahui sebelumnya oleh National Security Agency [NSA, Badan Keamanan Nasional]. NSA menyadap siaran-siaran radio itu di suatu tempat di Asia Tenggara, dan sesudah itu para analis menerjemahkannya. Hasil sadapan itu kemudian dikirim ke Washington.” Dengan demikian Amerika Serikat memiliki detil bagian demi bagian laporan tentang penyerangan Angkatan Darat terhadap PKI, misalnya, mendengar “komando-komando dari satuan-satuan intelijen Soeharto untuk membunuh tokoh-tokoh tertentu di tempat-tempat tertentu.”
Kedutaan Besar AS juga mentransfer sejumlah besar uang untuk front sipil ciptaan Angkatan Darat yang disebut Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September (KAP-Gestapu). Aksi-aksi organisasi ini, seperti dicatat Dubes Green, “Sepenuhnya sejalan dengan dan dikoordinasi oleh Angkatan Darat.” Untuk membantu KAP-Gestapu mengadakan demonstrasi-demonstrasi dan melaksanakan “tindakan-tindakan represif yang ditujukan terhadap PKI saat ini,” dalam awal Desember 1965 Green memerintahkan pemberian dana sebesar 50 juta rupiah kepada wakil KAP-Gestapu, Adam Malik.
Pemerintah Amerika Serikat dan para ekonom Indonesia berpendidikan Amerika Serikat memainkan peranan penting. Wakil-wakil Angkatan Darat mulai mendekati Kedutaan Besar AS pada November 1965, meminta pengiriman beras secara rahasia. Karena Amerika Serikat tidak yakin bahwa pengiriman barang-barang perbekalan dalam jumlah besar bisa dijaga kerahasiaannya dan tetap ada di tangan Angkatan Darat saja, maka Kedutaan Besar AS menolak permintaan itu. Amerika Serikat ingin menunggu sampai Angkatan Darat lebih menguasai kendali atas pemerintahan. Segera sesudah Soeharto mendemisionerkan kabinet Soekarno pada pertengahan Maret 1966, dengan memenjarakan lima belas menteri serta mengangkat pengganti mereka – sementara itu tetap membiarkan Soekarno sebagai presiden – Amerika Serikat membuka keran bantuan ekonominya: konsesi penjualan 50.000 ton beras pada April, dan 75.000 ton kapas, serta $60 juta kredit pertukaran mata uang asing secara cepat dari Jerman, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat pada Juni.
Soeharto mengangkat para ekonom berpendidikan Amerika Serikat untuk menduduki kementerian-kementerian yang berkaitan dengan masalah perekonomian. Mereka menebarkan sambutan hangat untuk investasi asing dan mengarahkan ekonomi negeri di sekitar produksi ekspor untuk pasar dunia Barat.

    1. BUKTI DOKUMEN KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DALAM GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965

Document DDRS
DDRS adalah singkatan dari Declassified Docum Reference System dari AS, dokumen rahasia resmi. Dalam kaitan dengan tragedi G30S 1965, terdapat enam dokumen yang merekam keterlibatan aktif tentara, khususnya beberapa Jendral Angkatan Darat RI. Dokumen-dokumen ini tersimpan dalam Lyndon B Johnson Library.

DOCUMENT 1

INCOMING TELEGRAM Department of State DOCUMENT 1
Declassified Docum
Reference System
(Her after DDRS) 1975:1

Control: 4223
Roc'd: MARCH 6, 1964
FROM: DJAKARTA 8:36 A.M.
ACTION: SECSTATE 1854 IMMEDIATE
INFO: KUALA LUMPUR 676 IMMEDIATE
DATE: MARCH 6, 6 P.M.
LIMDIS
DEPTEL 946

DURING HOUR AND TEN MINUTE CONVERSATION WITH GEN NASUTION THIS MORNING, I MADE MAJOR POINTS IN REFTEL. I SAID I CAME IN SPIRIT OF FRIEND OF INDONESIA WHO SAW STORM CLOUDS ON HORIZON AND WHO BELIEVED IN OLD ADAGE, AN OUNCE OF PRVENTION IS WORTH POUND OF CURE. NASUTION LISTENED SOBERLY FOR HALF AN HOUR AS I PAINTED PICTURE OF CRITICAL ECONOMIC SITUATION, COLLISION COURSE ON WHICH GO I, SERIOUSNESS OF SITUATION THAT MIGHT DEVELOP IF BANGKOK TALKS PAILED AND OBVIOUS FACT THAT SITUATION APPEARED TO BE PLAYING INTO HANDS OF PKI THREATENING HIS OWN STATED OBJECTIVES FOR INDONESIA AND LEADING TO POSSIBLE SERIOUS BREACH WITH FREE WORLD AND SPECIFICALLY US. INTENT DOWN THE LINE REMINDING NASUTION AMENDMENTS OF AID LEGISLATION MIGHT SOON FORCE US TO CANCEL ALL AID TO INDONESIA AS WELL AS ANZUS TREATY OBLIGATIONS WHICH WOULD APPLY IF AUSTRALIAN AND NEW ZEALAND FORCES BECAME INVOLVED.

NASUTION SAID HE DID NOT DISAGREE WITH MY ANALYSIS OF THE SITUATION WHICH INTERNALLY AND EXTERNALLY HE REGARDED AS MOST SERIOUS. HE REMINDED ME THAT MONTHS AGO HE HAD STATED HIS PESSIMISTIC OUTLOOK OVER THE MALAYSIA PROBLEM AND HIS CONVICTION THAT THE MANILA-TOKYO TALKS COULD NOT RPT NOT ACTUALLY SOLVE PROBLEM. HE ADMITTED FRANKLY CONFRONTATION WAS HURTING

COMMENT: MY IMPRESSION WAS THAT NASUTION WAS IMPRESSED AND SOBERED THOUGH NOT SURPRISED BY SERIOUS VIEW WE WERE TAKING OF CURRENT SITUATION. ALTHOUGH HE CAREFULLY AVOIDED COMMENT ON EFFECT DEVELOPMENTS MIGHT HAVE ON US-INDO RELATIONS, HE OBVIOUSLY FULLY GRASPED IMPLICATIONS AND I AM CONFIDENT THIS PART OF CONVERSATION WILL BE PASSED ON.

NASUTION DEMONSTRATED COMPLETE FAMILIARITY WITH SERIOUSNESS OF ECONOMIC AND FOOD SITUATION (VOLUNTEERED TEN PER CENT OF JAPANESE GOING HUNGRY) AND MADE NO ATTEMPT TO GLOSS OVER ITS IMPLICATION.

I EMERGED WITH FOLLOWING CONCLUSIONS: 1. SHORT OF POLITICAL SETTLEMENT, INDO MILITARY ARE DETERMINED TO CONTINUE CONFRONTATION BUTWILL HANDLE WITH GLOVES TO PREVENT ESCALATION INTO LARGE SCALE CONFLICT AND WILL PLACE INCREASING EMPHASIS ON POLITICAL INDOCTRINATION OF "FREEDOM FIGHTERS" AS AGAINST JUNGLE WARFARE.

2. NASUTION AT LEAST WAS ALERT TO PKI DANGERS INTERNALLY AND PLACING GREAT EMPHASIS ON INDOCTRINATION OF OFFICERS AND MEN TO ENSURE MILITARY WILL BE READY TO MEET CHALLENGE WHEN IT CAME. INDO ARMY STILL ANTI-COMMUNIST IN OUTLOOK, HE INSISTED.

3. INDO MILITARY APPRENTLY HAD NO PLANS TO DEAL WITH ECONOMIC PROBLEMS OF NATION BUT ONLY THREAT TO NATION'S INDEPENDENCE WHICH SUCH PROBLEMS MIGHT BRING IN THEIR WAKE.

HE AVOIDED LIKE THE PLAGUE ANY DISCUSSION OF POSSIBLE MILITARY TAKEOVER, EVEN THOUGH THIS HOVERED IN AIR THOROUGHOUT TALK, AND AT NO TIME DID HE PICK UP OBVIOUS HINTS OF US SUPPORT IN TIME OF CRISIS.

I INTEND CONTINUE THIS TYPE OF CONVERSATION WITH OTHER MILITARY LEADERS, FIRST WITH GEN YANI.

AT OPENING OF CONVERSATION I PRESENTED AUTOGRAPHED PHOTOGRAPH OF NASUTION ON MEETING PRES JOHNSON FOR WHICH NASUTION EXPRESSED DEEP APPRECIATION. GP-3.

JONES
MV
NOTE: PASSED WHITE HOUSE 3/6/64, 9:20 AM.
ADVANCE COPY TO S/S-0, 3/6/64, 8:41 AM.

REPRODUCTION FROM THIS COPY IS
PROBIBITED UNLESS "UNCLASSIFIED"
Lyndon Baines Johnson Library

Dokumen pertama, nomor kontrol 4223. Direkam 6 Maret 1964. Dari Jakarta pukul 8:36 AM. Isi pokoknya, Jones berbincang sekitar satu jam sepuluh menit dengan Nasution tentang situasi krusial di Indonesia. Nasution bicara mengenai ancaman PKI, tentara siap menghadapi PKI, dan menandaskan tentara Indonesia masih tetap anti komunis.

DOCUMENT 2
INCOMING TELEGRAM Department of State DOCUMENT 2
Lyndon B. Johnson
Library. National
Security File, In
donesia Count file,
file, vol.3, box 246

Control: 16687
Recd: JAN 21, 1965, 9:48 PM
FROM: DJAKARTA
ACTION: SECSTATE 1435 PRIORITY
INFO: D.CD UNNUMBERED
CINPAC 342
DATE: JAN 22, 8 AM.

------TOLD ME TODAY IN STRICT CONFIDENCE ARMY IS DEVELOPING SPECIFIC PLANS FOR TAKEOVER OF GOVERNEMENT MOMENT SUKARNO STEPS OFF STAGE. Had just COME FROM MEETING WITH GENERAL PARMAN WHO HAD DISCUSSED PLANS WITH HIM.-------said that ALTHOUGH PLANNING WAS BEING DONE ON CONTIGENCY BASES WITH AN EYE TO POST-SUKARNO ERA STRONG SENTIMENT EXISTED AMONG IMPORTANT SEGMENT TOP MILITARY COMMAND FOR TAKEOVER PRIOR DEMISE SUKARNO. WHETHER THIS HAPPENED WOULD DEPEND UPON EVENTS OF NEXT FEW WEEKS CONFLICTING PRESSURES WERE BUILDING UP TO SUCH A PITCH THAT IN HIS OWN OPINION ARMY MIGHT BE FORCED TO TAKE ACTION WITHIN NEXT 30 TO 60 DAYS TO OFFSET PKI MOVES. COMMUNISTS WERE BUILDING UP PARAMILITARY FORCES AND BEGINNING TO ARM THESE FORCES, HE SAID. ARMY INTELLIGENCE WAS AWARE OF THESE LOCATIONS, HOWEVER, AND PLANS CONTEMPLATED IMMEDIATE ISOLATION OF THESE CENTERS WHEN MOMENT FOR ACTION ARRIVED.

THERE WAS NO REPEAT NO SENTIMENT AMONG ANY OF MILITARY LEADERSHIP TO MOVE AGAINST SUKARNO, HOWEVER ---------emphasized--------IF MILITARY WERE FORCED TO MOVE IN NEAR FUTURE, WHILE THEY MIGHT PRESENT SUKARNO WITH FAIT ACCOMPLI, COUP WOULD BE HANDLED IN SUCH A WAY AS TO PRESERVE SUKARNO'S LEADERSHIP INTACT EVEN THOSE WHO WERE CRITICIZING SUKARNO'S LEADERSHIP, SAID, WERE CONVINCED THAT THERE WAS NO POSSIBILITY OF ANY COUP SUCCEEDING AGAINST SUKARNO. HE WAS STILL BELOVED OF THE MASSES.

REPRODUCTION FROM THIS COPY IS
PROHIBITED UNLESS "UNCLASSIFIED"
Copy

Dokumen kedua, nomor kontrol 16687, Indonesia Count file, file vol: 3, box 246. Direkam dari Jakarta pada 21 Januari 1965. Isi pokoknya yang terpenting: (titik-titik) mengatakan padaku hari ini dengan strict confidence bahwa tentara sedang memperkembangkan rancangan-rancangan khusus untuk mengambil alih kekuasaan begitu Soekarno tersingkir.(titik-titik) baru saja berunding dengan Jendral Parman mengenai rencana tersebut.

DOCUMENT 3
DOCUMENT 3
DDRS 1981:274C

CENTRAL INTELLIGENCE AGENCY

26 January 1965

SUBJECT:Principal problems and Prospects in Indonesia
SUMMARY

We are now faced not only with known and growing danger from Sukarno, but with the uncertainties of possible Indonesia without Sukarno.If this ailing dictator abould indeed die in the near future,his bequart to Indonesia would be international outlawry, economic near-chaos, and to Communist domination. 'Yet if Sukarno lives on for acces time to the chance of the Communist Party (PKI) to assume power will probably continue to improve. We do not believe that a Communist Indonesia is imminent, or that Sukarno will initiate war. In our view however, there is sufficient chaos of such developments over the next year or two warrant especial intelligence and planning attention.

The beginnings of a scramble for succession to Sukarno are already evident. Should Sukarno leave the -------in the near future, we believe that the initial struggle to replace him would be won by Army and non-Communist. ---------;though Communists would continue to play an Important role. Such a governement would probably continue to be anti-US -----------, and a threat to peace. Furthermore, unless the non-Communist leaders displayed more back -----------,effectiveness, and --------than they have to date the charces ofeventual PKI -----------of Indonesia would quickly mount.

Copy
Lyndon B. Johnson Library

Dokumen ketiga, dokumen CIA. Kodenya: document 3, DDRS 1981:274C, 26 Januari 1965. Dokumen ini penuh dengan titik-titik. Di antaranya tertulis: Awal perjuangan memperebutkan menggantikan Soekarno sudah kian jelas. Begitu Soekarno meninggalkan (titik-titik) pada masa dekat, kami yakin perjuangan awal untuk menggantikannya akan dimenangkan oleh tentara dan para non-komunis.
DOCUMENT 4
DOCUMENT 4
DDRS Retrospective
Collection (herafter R)
597C

THE UNDER SECRETARY OF STATE
WASHINGTON
SECRET
March 18, 1965

MEMORANDUM FOR THE PRESIDENT

Subject: Proposed Mission for Ellsworth
Bunker to Indonesia

Our relations with Indonesia are on the verge of falling apart. Sukarno is turning more and more toward the Communist PKI. The Army, which has been the traditional countervailing force, has its own problems of internal cohesion.

Within the past few days the situation has grown increasingly more ominous. Not only has the management of the American rubber plants been taken over, but there are dangers of an imminent seizure of the American oil companies.

Under these circumstances, Secretary Rusk and I feel it essential to get a clear, objective reading of the situation.

Ambassador Jones has been in Djakarta for seven years. He is tired and worried. He has done everything possible to advance American interests through his close personal relations with Sukarno, but that line seems pretty well played out.

Before we recommend to you some of the hard decisions that may be required over the next few weeks we think it would be valuable to have Ellsworth Bunker make a fresh and objective reading of the situation. After he had reported his conclusions we would be in a better position
to advise whether

a. You should send Bunker to Djakarta as Ambassador;
b. You should send someone less prestigious; or
c. The post should be left vacant as an expression of our dissatisfaction pending an improvement in relations.

We recommend, therefore, that Ambassador Bunker be asked to pay a brief visit to Djakarta. He is prepared to leave next Wednesday. His mission would have the following objectives:

1. He could carry a letter from you to Sukarno. Because of Sukarno's respect for you this might be the means of temporarily stabilizing the situation.
2. He could make use of his own prestige with the Indonesians (you will recall he was the man who nogotiated the West New Guinea settlement) to try to get a commitment from Sukarno to take a more moderate course.
3. He would be able to recommend the decisions we may be forced to make regarding the further evacuation of personnel; the handling of the problem of the oil companies, etc.

If you think well of this idea, we will prepare a draft letter from you to Sukarno which Ambassador Bunker could deliver. Meanwhile, the mere fact that Sukarno knew that Ambassador Bunker was proposing to visit Djakarta on your behalf could have a stabilizing effect.
George W. Ball
Copy
Lyndon B. Johnson Library

Dokumen keempat, kode: DDRS Retrospective Collection, 597C. Ditulis oleh George W. Ball dari The Under Secretary of State, Washington kepada presiden AS. Sifat: rahasia. Tanggal: 18 Maret 1965. Isinya mengenai kecemasan AS akan kemungkinan keretakan hubungan AS-RI sebab Soekarno makin dekat dengan PKI dan Angkatan Darat yang secara tradisional jadi lawan PKI, terpuruk dalam problem internal sendiri. Dalam sepuluh hari terakhir situasi makin gawat. Manajemen perkebunan karet AS terancam diambilalih dan juga ancaman bagi perusahaan-perusahaan minyak AS. Dubes Jones sudah kewalahan. Maka pihak Sekretaris Negara AS mengajukan tiga usulan:
(1) mengirim Ellsworth Bunker ke Indonesia sebagai dubes,
(2) atau mengirim seseorang yang berpengaruh,
(3) atau membiarkan pos dubes kosong sebagai tanda kekecewaan AS pada RI.

DOCUMENT 5
DOCUMENT 5
DDRS R: 26 F

CENTRAL INTELLIGENCE AGENCY
Intelligence Information Cable

COUNTRY INDONESIA
DATE OF 14 MAY 1965
__________________________SUBJECT__________________________
/ \
/ BELIEF OF SENIOR INDONESIAN DIPLOMAT THAT INDONESIA WILL \
| SEVER DIPLOMATIC RELATIONS WITH UNITED STATES BY AUGUST |
| 1965 |
\ /
\__________________________________________________________/
1. THE INDONESIAN GOVERNMENT WILL PROBABLY SEVER DIPLOMATIC RELATIONS WITH THE UNITED STATES WITHIN THREE MONTHS, DESPITE THE ----------ALLEVIATION OF STRAIN BETWEEN THE TWO COUNTRIES RESULTING FROM THE MISSION OF AMBASSADOR ELLSWORTH BUNKER. THE RUPTURE WILL BE PRECEDED BY FURTHER DETERIORATION IN OVERALL RELATIONS. THE INDONESIAN COMMUNIST PARTY, WHICH IS RAPIDLY INCREASING IN STRENGTH, WILL BRING CONTINUAL PRESSURE TO BEAR ON INDONESIAN PRESIDENT SUKARNO TO BREAK RELATIONS, AND IN THE ABSENCE OF US SUPPORT FOR HIS MALAYSIAN POLICY SUKARNO WILL PROBABLY YIELD TO THIS PRESSURE.

Dokumen kelima, dokumen CIA. Kode DDRS R: 26F, tanggal 14 Mei 1965. Isi pokok: mempercayai seorang diplomat senior Indonesia bahwa Indonesia akan memutuskan hubungan diplomatik dengan AS dalam tiga bulan mendatang. Pemutusan hubungan diplomatic itu akan d iikuti dengan pemutusan di segala sektor. PKI akan makin menekan Soekarno demi tercapainya pemutusan hubungan tersebut.


DOCUMENT 6
INCOMING TELEGRAM Department of State DOCUMENT 6
DDRS R: 608E

SECRET

PP RUEHCR
DE RUMJBT 373A 2611735
ZNY SSSSS
P 081415Z
PM AMEMBASSY DJAKARTA
TO RUEKER/SECSTATE WASHDC PRIORITY 923
INFO RUERDA/DOC UNN
RUMPAG/AMEMBASSY CANBERRA 88
RUMTBK/AMEMBASSY BANGKOK 55
RUMJDH/AMCONSUL HONG KONG 92
RUMJKL/AMEMBASSY KUALA LUMPUR 152
RUFHDN/AMEMBASSY LONDON 97
RUMJMA/AMEMBASSY MANILA 265
HUALOT/AMEMBASSY TOKYO 99
STATE GRNC
BT

SECRET OCT 8
CINCPAC FOR POLAD

1. ONE WEEK HAS PASSED SINCE MASSACRE TOP ARMY LEADERSHIP IN OCT 1 PRE-DAWN COUP. IT NOW INCREASINGLY CLEAR THAT PKI AND AIR FORCE LEADERSHIP CLEARLY IMPLICATED AND THAT SUKARNO HIMSELF PROBABLY AT LEAST AWARE OF ACTIONS PLANNED BY 30 SEPT MOVEMENT. SITUATION STILL FLUID, BUT FOLLOWING SEEK TO US MOST ENCOURAGING DEVELOPMENTS TO DATE:


A. COMMUNISTS ARE NOW ON THE RUN FOR THE FIRST TIME IN MANY YEARS IN INDONESIA. AIDIT S WHEREABOUT NOT RPT NOT KNOWN AND RALLYING CALL TODAY AMONG NON-COMMUNIST

PAGE TWO RUMJBT 373A SECRET
ELEMENTS IS HANG AIDIT . AT LEAST ONE TOP PKI LEADER TAKEN INTO CUSTODY (NJONO) AND THERE UNCONFIRMED REPORTS THAT ANOTHER (NJOTO) HAS BEEN SEIZED. PKI ORGANIZATIONAL APPARATUS HAS BEEN DISRUPTED AND PARTY DOCUMENTS DISPERSED.THIS CAPPED TODAY WITH BURNING OF PKI HEADQUARTERS IN DJAKARTA.

B. AT SAME TIME, VIRTUALLY ALL MUSLIM AND CHRISTIAN ORGANIZATIONS HAVE RALLIED BEHIND ARMY, AND EVEN PNI, WHICH LONG FACTOR IS EXISTENCE OF GOOD PKI UNDERGROUND NETWORK WHICH COULD IN ANY EVENT CONTINUE CAUSE TROUBLE FOR ARMY.

3. WHILE KIAPMA (ANTI-FOREIGN MILITARY BASES CONFERECE SCREDULED OPEN OCT ) MIGHT PROVIDE MEANS FOR SUKARNO ATTEMPT RALLY NEKOLIM SPIRIT AND DROWN INTERNAL DISAGREEMENT IN BIGGER INTERNATIONAL CAMPAIGN, CONDITIONS IN CITY, INCLUDING STRICT 12-HOUR CURFEW, ARE NOT CONDUCIVE TO ENTERTAINING FOREIGN VISITORS OR HOLDING INTERNATIONAL CONFERENCE.
INDICATIONS ARE THAT SUKARNO AND SUBANDRIO ARE TRYING TO PIN INTERNAL AFFAIR ON NEKOLIM , AND MAY BE EXPECTED TO COME OUT WITH SPECIFIC CHARGES AGAINST US AND PROBABLY CIA. ALTHOUGH KIAPMA WOULD PROVIDE EXCELLENT SOUNDING BOARD FOR THIS THEME, WE THINK IT HIGHLY UNLIKELY THAT SUCCESSFUL CONFERENCE CAN BE HELD ON SCREDULE.

4. ARMY NOW HAS DECIDED EDGE. QUESTION IS, WHAT WILL ARMY DO WITH ITS ADVANTAGE? IT LIKELY ARMY WILL COLLECT EVIDENCE OF INVOLVEMENT PKI AND ITS OTHER ENEMIES IN 30 SEPT AFFAIR. IT MAY WELL FIND EVIDENCE THAT SUKARNO INVOLVED, AND IF SO THIS MIGHT FORCE LESS OBSTINATE LINE.

PAGE FIVE RUMJBT 373A SECRET
FROM PRESIDENT . IF ARMY LEADERS REALIZE THAT THIS IS MOMENT OF TRUTH AND HAVE DETERMINATION TO STAND UP TO SUKARNO THEY CAN WIN. ARMY NOW SHOWS NO INTENTION OF OPENLY DITCHING SUKARNO AND WILL PROBABLY FEEL NEED TO USE HIS NAME FOR SOME TIME. IF ARMY CAMPAIGN LOSES MOMENTUM AND POWER IS ALLOWED TO SLIP BACK TO SUKARNO, LATTER LIKELY EVENTUALLY TO RETALIATE BY RESORTING TO EVEN MORE VIOLENT TACTICS AGAINST INTERNAL OPPOSITION. HOWEVER, EVEN IF THIS HAPPENS, SUKARNO CAN NEVER AGAIN RULE AS HE ONCE DID. THE IMAGE OF THE GREAT LEADER IS TARNISHED ALTHOUGH IN THE SHORT RUN HE CAN CERTAINLY CAUSE THIS COUNTRY S NON-COMMUNIST ELEMENTS, AND THE UNITED STATES, A GREAT DEAL OF DIFFICULTY.
GP-3. GREEN
BT

Note: Advance Copy to S/S-O at 1:20 a.m., October 9
Passed NSA, USIA, USUN at 1:30 a.m., October 9

copy
Lyndon B. Johnson Library

Dokumen keenam, Telegram rahasia Sekretariat Negara, kode DDRS R: 608 E, tanggal 8 Oktober 1965, dikirim dari kedubes AS di Jakarta, ditujukan ke Washington dan berbagai kedubes AS di Canberra, Bangkok, Hongkong, Kuala Lumpur, London, Manila dan Tokio. Berisi 7 pokok situasi Indonesia setelah seminggu pembunuhan terhadap para pimpinan tentara:
(1) PKI dan Soekarno diduga terlibat dalam peristiwa tersebut,
(2) komunis cerai berai dan Aidit melarikan diri,
(3) penangkapan Nyono, Nyoto dikejar-kejar,pembakaran kantor-kantor PKI,
(4) semua organisasi islam dan Kristen bergabung dengan tentara,
(5) dalam KIAPMA, konferensi anti basis-basis militer luar negeri yang dijadwalkan Oktober, diperkirakan akan dipakai Soekarno dan Subandrio untuk propaganda melawan AS dan CIA,
(6) tentara terus mencari bukti-bukti keterlibatan PKI, dan
(7) para pimpinan tentara mulai sadar bahwa inilah saatnya bangkit melawan Sukarno, tapi di lain pihak menyadari mereka tetap membutuhkan namanya, untuk memenangkan pertarungan tersebut

    1. SIKLUS INTELIJEN CIA DALAM GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965
Dalam melakukan kegiatan intelijennya, CIA melakukan siklus intelijen yang meliputi Planning, Collection,Process,Analysis, dan Dissemination.
Planning, kegiatan ini senantiasa dilakukan oleh badan intelijen termausk Central Intelligence Agency (CIA) dalam rangka menyusun Standart Operasional Procedure (SOP) yang digunakan pimpinan atau pengambil kebijakan untuk menentukan keputusan dan langkah yang akan dilakukan selanjutnya. Kegiatan dalam proses planning ini yaitu menyusun rencana mengenai tindakan-tindakan apa saja yang harus dilakukan agar Soekarno turun dari kursi kepresidenannya. Rencana  menumbangkan Presiden RI sudah dimulai sejak Mei 1955, sebulan  setelah Sukarno menggalang gerakan non-blok lewat konferensi Asia Afrika di Bandung. Dewan Keamanan Amerika  (National Security Council-NSC)  menggariskan kebijakan itu. Pada dokumen NSC 5518, yang dibuka pada 1994,  dinyatakan jelas bahwa  operasi rahasia menjatuhkan Sukarno perlu dilakukan jika ia semakin memberi angin kepada partai sayap kiri.
Telah disebutkan bahwa Sebuah komisi NSC menyetujui proposal pada Maret 1965 yang diikuti 'intermediate memorandum' pada bulan Juli, dan SNIE pada bulan September, mengenai hal-hal yang terkait di Indonesia dan Malaysia. Walau pun demikian, Amerika Serikat tidak mengantisipasi tingkat intensitas gerakan pembersihan yang dilakukan oleh TNI terhadap PKI.Proposal tersebut membahas mengenai aksi-aksi rahasia, misalnya “menyokong kelompok-kelompok antikomunis yang ada,” “operasi-operasi black letter [surat kaleng]” dan “operasi-operasi media.” Rencananya adalah “menggambarkan PKI sebagai penentang Soekarno dan nasionalisme yang sah yang semakin ambisius dan berbahaya,” dan dengan demikian menyatukan semua elemen nonkomunis untuk melawan PKI. Proposal ini menyebutkan bahwa “tokoh-tokoh nasionalis terkemuka” di Indonesia telah diberi “sejumlah dana” melalui “saluran-saluran yang aman,” sehingga mereka bisa “mengambil langkah perintang terhadap PKI.” Salah satu tujuan kegiatan ini adalah mendorong koordinasi dan persetujuan umum antar elemen-elemen anti komunis di Indonesia. Program ini konsisten dengan kebijakan Amerika yang berusaha membentuk Indonesia menjadi negara anti-komunis yang stabil.
Selain rencana utama CIA untuk mengganti kepemerintahan Soekarno melalui Gerakan 30 September 1965, Badan intelijen ini juga senantiasa melakukan proses perencanaan setiap akan melakukan suatu tindakan. Seperti yang telah disebutkan, bahwa proses perencanaan merupakan awal dan akhir dari siklus intelijen, akhir dari siklus intelijen merupakan awal proses perencanaan untuk keputusan yang diambil dan langkah yang akan dilakukan setelahnya. Misalnya, rencana pemberian bantuan melalui Angkatan Darat agar dapat melancarkan CIA memicu terjadinya tindakan selanjutnya yaitu pembentukan Dewan Jenderal yang digunakan untuk memancing PKI melakukan serangan terhadap isu adanya Dewan Jenderal tersebut.
Collection, proses pengumpulan adalah suatu hal yang rutin dilakukan oleh badan intelijen, proses ini selalu muncul dalam kegiatan intelijen. Pengumpulan informasi atau data dapat dilakukan melalui sumber terbuka maupun tertutup, data atau informasi dari sumber terbuka dapat diperoleh lebih mudah, namun data melalu sumber tertutup dapat digunakan untuk melengkapi informasi yang tidak diperoleh melalui sumber terbuka. CIA telah lama melakukan proses pengumpulan, untuk menjalankan tujuan utamanya yaitu “badan independen yang bertanggung jawab menyediakan informasi intelijen bagi keamanan nasional Amerika Serikat” CIA senantiasa mengumpulkan informasi dari dunia Internasional yang dinilai mempengaruhi keamanan Amerika Serikat.
Dalam peristiwa G30S, CIA memiliki perhatian amat intensif terhadap politik Indonesia. Intensitas itu terungkap dari ratusan dokumen CIA yang  telah dibeberkan.  Pada  3  Oktober 1965, misalnya, terungkap laporan dari  Direktur Wilayah Timur Jauh, FJ Blouin,  kepada Pejabat International Security Affair, McNaughton. Blouin memaparkan secara rinci situasi dan kontak-kontak dengan pejabat di Indonesia.  Ia kemudian memprediksi yang akan terjadi.  Menurut dia, jika  tentara merayakan Hari TNI pada 5 Oktober dengan prosesi besar-besaran karena kematian para jenderalnya,  hal ini menjadi mementum  tentara mengambil  posisi menentukan.
Seperti terungkap di situs CIA.gov, memo singkat seputar G30S 1965 ini terungkap dari ratusan dokumen rahasia CIA yang diungkap ke publik karena status kerahasiaannya sudah kadaluarsa. Memo tersebut masuk dalam Petunjuk Harian untuk Presiden (President’s Daily Brief/PDB), yang merangkum laporan  CIA atas kejadian di berbagai negara di seluruh dunia yang tengah dilanda situasi politik ataupun peperangan. Dalam memo bertanggalkan 2 Oktober 1965 tersebut, posisi laporan Indonesia paling atas, disusul tujuh negara lainnya, yakni Vietnam, Dominika. Kuba, Brasil, Perancis, Mesir dan Yunani.
Dalam memo singkat tersebut, dilaporkan situasi Indonesia saat terjadi kudeta 30 September 1965 diikuti kontra kudeta. Dilaporkan situasinya membingungkan, dan hasilnya tidak pasti. “Jika ada peran Sukarno, itu masih merupakan salah satu pertanyaan yang tak terjawab. Kedua pihak mengklaim setia kepada presiden dan mengatakan sama-sama melindungi presiden”. Disebutkan juga kondisi ibu kota, sangat tenang, meski beberapa aksi unjuk rasa menentang partai komunis bermunculan. Sementara di berbagai daerah ketegangan mulai terjadi, terutama di wilayah basis pendukung partai komunis yang mendukung aksi kolonel Untung.
Sejak awal September 1965, hampir tiap hari ada laporan tentang Indonesia di sana. Secara garis besar, pembahasan tentang Indonesia itu berkutat pada pemerintahan Soekarno yang anti-Barat, pergulatan internal di militer Indonesia, dan kegagalan Partai Komunis Indonesia merebut kekuasaan.  PDB 24 Oktober 1965 mengatakan ada dua pemerintahan di Indonesia. Satu dikepalai oleh Soekarno, dan satunya lagi oleh para jenderal. ''Keduanya seperti saling membutuhkan untuk mencegah pecahnya perang sipil,'' demikian bunyi PDB hari itu.  Pada 14 September 1965, misalnya, pihak CIA tersinggung dengan sikap Menteri Luar Negeri Subandrio yang menjamin fasilitas diplomatik AS tidak diganggu atau dirusak massa anti-Barat.Padahal mereka tahu bahwa gerakan anti-Barat dan AS yang beberapa kali menyerang Konsulat Jenderal AS di Surabaya dan Medan itu dirancang di ruang belakang rumah pribadi Subandrio. “Subandrio put on one of his shameless performance...,” demikian bunyi cuplikan PDB tersebut.  Sejak peristiwa G-30-S, topik Indonesia dalam PDB rutin berisi tentang upaya Soekarno membela PKI sementara militer berusaha memberangus PKI dan ormas-ormasnya. 
PDB 26 November 1965, terungkap bahwa Konjen Indonesia di Hong Kong diinstruksikan oleh TNI mengontak pejabat AS untuk memperoleh bantuan ekonomi.Dan pada 13 Desember 1965, perwakilan TNI mendekati Kedutaan besar AS untuk minta bantuan pembiayaan impor beras dan bantuan ekonomi umum lainnya. Seorang anggota perwakilan menyatakan, Soekarno tidak mau minta bantuan dari AS. Tapi Soekarno akan tutup mata bila TNI diam-diam minta bantuan ke AS. Pada periode September-Desember 1965 jugalah bisa terlihat perubahan hubungan diplomatik AS dengan Indonesia. Dari yang semula memanas lantaran sikap Soekarno terhadap Barat, sampai gelagat rekonsilisasi karena peran Soeharto dan militer yang cenderung lebih bersahabat dengan mereka.  
Selain dalam PDB, laporan mengenai situasi di Indonesia juga senantiasa dikumpulkan oleh CIA, misalnya pada memorandum bertanggalkan 18 November 1965. CIA menyatakan "Partai Komunis bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Sebaliknya, faksi di militer terus mencari celah melemahkan kekuatan PKI." Meskipun dokumen tersebut dapat diakses public, namun banyak bagian yang tetap disembunyikan, karena terdapat informasi sensitif walaupun telah melewati 50 tahun masa kadaluarsa dokumen tersebut.

Process, kegiatan proses juga meliputi kegiatan penyaringan dan pengklasifikasian data. Suatu badan intelijen melakukan proses untuk mempermudah pelaksanaan tahap selanjutnya. Pada tahun 1998, pemerintah Amerika mengklasifikasikan sejumlah dokumen yang menggambarkan berbagai operasi rahasia di Indonesia. Kesuksesan dari strategi CIA di Indonesia digunakan lagi untuk menggulingkan Presiden Cile, Salvador Allende melalui kudeta tentara pimpinan Jendral Agusto Pinochet dengan nama sandi " Jakarta Operation."
Selain klasifikasi berdasarkan operasi intelijen di Indonesia. Terdapat pula klasifikasi menurut tingkat kerahasiaan dokumen, klasifikasi menurut tingkat kerahasiaan yaitu top secret, secret dan confidential. Dalam arsip CIA, semua informasi yang disampaikan dalam PDB itu diklasfikasikan sebagai top secret. Walau sebenarnya, menurut Direktur CIA pada tahun 2015, John Brennan, ada beberapa informasi yang sumbernya tidak terlalu rahasia. Misalnya, dari laporan diplomatik rutin, bahkan dari pemberitaan media massa. ''Labelisasi itu untuk menyederhanakan Presiden saat membacanya,'' dengan kata lain, PDB merupakan analisis intelijen yang aktual dengan perkembangan isu di masanya, atau menyesuaikan dengan minat Presiden AS. Dan dari 2.500 dokumen PDB yang dipublikasikan pada tahun 2015, tercermin adanya perhatian lebih yang dialokasikan oleh Pemerintah AS terhadap komunisme, perjuangan kemerdekaan negara-negara Asia-Afrika, dan juga Indonesia. 
Analysis, yang dilakukan pada tahap ini adalah analisa secara utuh dari data yang tersedia. Data yang tersedia kemudian disatukan menjadi satu kesatuan analisa yang utuh, serta meletakkan informasi yang telah dievaluasi dalam konteksnya. Output yang diperoleh adalah produk intelijen yang mencakup penilaian terhadap sebuah peristiwa serta perkiraan akan dampaknya terhadap keamanan nasional.
Analisis yang dilakukan CIA tampak pada memorandum maupun President’s Daily Brief (PDB) yang diterbitkan oleh badan intelijen tersebut. Salah satu analisa CIA yaitu mengenai Partai Komunis Indonesia bernomor CIA-RDP78-02646R000300150001-8 tahun 1955 yang digunakan untuk menentukan tidakan yang akan dilakukan demi tercapainya tujuan CIA yang dinilai menjaga keamanan negaranya untuk membendung meluasnya komunisme di dunia.
Analisis secara utuh mengenai Gerakan 30 September 1965 juga dilakukan oleh CIA pada tahun 1968. Analisis CIA tersebut terangkum dalam laporan berjudul “CIA Research Study, Indonesia-1965: The Coup That Backfired”.

Dissemination adalah distribusi produk intelijen kepada pengguna maupun pengambil kebijakan yang biasanya adalah pihak yang meminta informasi kepada intelijen. Dalam hal ini, CIA memberikan laporan harian kepada Presiden Amerika Serikat selaku pengambil kebijakan yang harus dilakukan selanjutnya. Hal ini dilakukan secara harian dalam President’s Daily Brief (PDB).  Briefing harian Presiden merupakan dokumen paling rahasia dan sensitif di pemerintahan. Karena, briefing tersebut mewakili dialog harian komunitas Intelijen dengan Presiden selaku pengguna intelijen, dan juga menjadi bahan pertimbangan penting dalam menjawab tantangan serta berbagai peluang terkait dengan keamanan nasional Amerika Serikat.
PDB dimulai sejak kepresidenan Kennedy. Di masa awal pemerintahannya, ia sering merasa kerepotan dengan rumit dan banyaknya laporan intelijen yang masuk. Oleh karena itu, Robert Kennedy yang menjabat Kepala Staf Kepresidenan, meminta CIA untuk membuat laporan singkat tentang topik-topik penting yang harus diketahui Presiden. Penjelasan untuk masing-masing topik tidak boleh lebih dari dua kalimat, dan harus dibuat dengan bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti. 
Awalnya, dokumen briefing itu dikenal dengan sebutan Pickle, kependekan dari President's Intelligence Checklists, Ide ini ternyata sangat sukses, dan terus dipertahankan sampai sekarang. Bila dulu Pickle dan PDB dimuat dalam bentuk beberapa lembar kertas dalam sampul cokelat, kini PDB untuk Presiden Amerika Serikat dapat berbentuk laporan di iPad dengan tautan untuk lampiran-lampirannya.  Isi PDB dapat sangat beragam, tergantung minat sang Presiden dan beberapa hal penting menurut CIA. Mulai dari terorisme, kelaparan, hingga perang. Atau ada juga laporan tentang respons Rusia terhadap penampilan kelompok Ballet New York di Moskow. Bahkan, ada juga analisis mengenai respons publik mengenai New York Yankees yang memecat Yogi Berra. Dalam hal ini, PDB periode September-Desember 1965 menggambarkan panas-dingin hubungan diplomatik Indonesia-Amerika.




B A B V

PENUTUP



    1. SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Upaya penggulingan Presiden Soekarno dilakukan oleh Amerika Serikat sejak Soekarno mengemukakan gagasan tentang perlunya sistem politik Demokrasi Terpimpim (1956), kemudian meminta bantuan Uni Soviet untuk pembebasan Irian Barat (1962), membentuk poros Jakarta-Peking-Pyongyang dan melakukan konfrontasi dengan Malaysia (1964), Amerika Serikat tidak senang dengan tindakan-tindakan Soekarno yang ingin menjadi pemimpin baru bagi Negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin itu. Karena itu, dilakukan berbagai upaya untuk menurunkan Soekarno yang puncaknya pada Gerakan 30 September 1965.
  2. Keterlibatan CIA dalam Gerakan 30 September 1965 dilakukan melalui Angkatan Darat yang dipercaya akan mengurangi atau menghilangkan keberadaan PKI di Indonesia yang dinilai semakin meluas karena kedekatannya dengan Presiden Soekarno. Para pejabat AS berulang kali memberi tahu jenderal-jenderal pimpinan Angkatan Darat bahwa Amerika Serikat akan mendukung mereka jika mereka bergerak melawan PKI.Bantuan yang diberikan berupa uang, alat transportasi dan alat komunikasi. Keterlibatan Amerika juga dibuktikan dengan beberapa dokumen pemerintah Amerika yang mengindikasikan keterlibatannya dalam Gerakan 30 September 1965.
  3. Siklus intelijen yang dilakukan oleh badan intelijen Amerika Serikat CIA pada Gerakan 30 September 1965 meliputi Planning, Collection, Process, Analysis dan Dissemination yang dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu menghapuskan komunisme di dunia.
  1. SARAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dikaji, penulis memberikan saran sebagai berikut :
  1. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai Gerakan 30 September 1965 dan disertai dengan bukti nyata.
  2. Perlunya dibangun hubungan baik antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat.
  3. Perlu ditingkatkannya independensi kepemerintahan di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2011. “G 30 S PKI”. Dalam www.bisnet.or.id. Diakses pada 06 Juli 2017 pukul 16.00 WIB


Anonim. 2012. “Kitab Merah: Kumpulan Kisah-Kisah Tokoh G30S/PKI”. Dalam www.academia.edu. Diakses pada 06 Juli 2017 pukul 15.13 WIB


Badan Intelijen Negara.2012.”Mengenal Lebih Dekat Badan Intelijen Asing”. Dalam http://www.bin.go.id/. Diakses pada 06 Juli 2017 pukul 15.45 WIB


Biker.2013.”Pengertian dan Arti Aktivitas”. Dalam http://hondacbmodifikasi.com. Diakses pada 04 Juli 2017 pukul 01.17 WIB

Brands, H.W. 1989. The Limits of Manipulation: How the United States Didn’t Topple Sukarno. America: Th e Journal of American History

Central Intelligence Agency. 1968. Indonesia – 1965: The Coup that Backfired. Washington:CIA

Department of State. 2001. Indonesia, Malaysia-Singapore, Philippines. Vol. 26 dari Foreign Relations of the United States 1964-1968.Washington D.C.: U.S. Government Printing Office


Green, Marshall. 1992. Dari Sukarno ke Soeharto: G30S-PKI dari Kacamata Seorang Duta Besar, Terjemahan. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti

Jenkins, David. 1984.Suharto and his Generals: Indonesian Military Politics 1975-1983. Ithaca: Cornell University Modern Indonesia Project

Jones, Howard. 1971. Indonesia: The Possible Dream. New York: Harcourt Brace Jovanovich
Kadane, Kathy.1997. Letter to the editor [Surat kepada redaktur].America: New York Review of Books


Kahin, Audrey R dan Kahin, George McT. 1997. Subversi sebagai Politik Luar Negeri: Mengungkap Keterlibatan CIA di Indonesia, Terjemahan. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti


Lesmana, Tjipta. 2005. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Permasalahan dan Prospeknya. Tangerang : Universitas Pelita Harapan


Maharani.2012. “CIA dan Misteri G30S”. Dalam http://coklatbercerita.blogspot.co.id. Diakses pada 08 Juli 2017 pukul 07.21 WIB


Manuputty, Cavin R..2015. “Membuka Tabir G30S: Hari-hari Indonesia di Mata CIA”. Dalam www.gatra.com. Diakses pada 07 Juli 2017 pukul 03.19 WIB


Maulani, Z.A. 2008. Intel oh Intel.[pdf]. Diakses pada 25 Juni 2017 pukul 10.34 WIB


National Security Council.1960. “U.S Policy on Indonesia, NSC6023, 19 Desember 1960”. Dalam www.serbasejarah.files.wordpress.com. Diakses pada 06 Juli 2017 pukul 15.13 WIB


Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara.[pdf]. Jakarta: Sekretariat Negara RI.

Robinson, Geoffrey.1995. Th e Dark Side of Paradise: Political Violence in Bali. Ithaca: Cornell University Press


Roosa, John. 2008. Dalih Pembunuhan Masal:Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto. Jakarta: Hasta Mitra
Scott, Peter Dale. 1999. CIA dan Penggulingan Sukarno, Terjemahan. Yogyakarta : Lembaga Analisis Informasi

Setiyono, Budi, dan Bonnie, Triyana. 2003. Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Sukarno 30 September 1965 – Pelengkap Nawaksara. 2 vol. Semarang: MESIASS

Simpson, Bradley R. 2003. Modernizing Indonesia: United States-Indonesian Relations, 1961-1967. Disertasi Ph.D. Chicago: Northwestern University

Sudarsono, Gendur. 2015. “G30S 1965 : Lima Jejak Keterlibatan Amerika”. Dalam www.indonesiana.tempo.co/. Diakses pada 08 Juli 2017 pukul 06.42 WIB

Sundhaussen, Ulf. 1982. The Road to Power: Indonesian Military Politics 1945-1967. Oxford: Oxford University Press

Suwirta, Andi. 2000. “Mengkritisi Peristiwa G30S 1965: Dominasi Wacana Sejarah Orde Baru dalam Sorotan”. Dalam www.file.upi.edu/. Diakses pada 19 Juni 2017 pukul 13.28 WIB

Tovar, B. Hugh. 1994. The Indonesian Crisis of 1965-1966: A Retrospective . America : The International Journal of Intelligence and Counterintelligence

Winters, Jeffrey. 1996.Power in Motion: Capital Mobility and the Indonesian State. Ithaca: Cornell University Press


Comments